PROLONGED LABOR



PROLONGET LABOR
(PERSALINAN LAMA/PARTUS LAMA)

1.    DEFINISI
Menurut Bakouei, dkk (2015), Partus lama merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk morbilitas dan mortalitas ibu.
Partus lama menurut Ekanem, dkk (2012) mendefinisikan partus lama sebagai persalinan berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 12 jam dari fase aktif terlepas dari penyebab paritas.
Sedangkan menurut Azita (dalam Bakouei dkk, 2015) mengatakan bahwa partus lama atau Persalinan yang berkepanjangan dianggap sebagai fase aktif yang berkepanjangan atau tahap kedua yang berkepanjangan. Fase persalinan aktif yang berkepanjangan didefinisikan sebagai >12 jam untuk wanita primipara dan > 5 jam untuk wanita multipara. Juga, tahap kedua kerja yang berkepanjangan didefinisikan sebagai > 2 jam untuk wanita primipara dan> 1 jam untuk wanita multipara.
Menurut Thompson (1963) Persalinan yang berkepanjangan atau distosia adalah komplikasi persalinan yang umum dan merupakan indikasi utama pengiriman dan persalinan instrumental melalui operasi caesar darurat.

2.      DIAGNOSIS
Tanda dan gejala                                             
Diagnosis
Serviks tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Belum in partu
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur.
Fase laten memanjang
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada partograf:
·         Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik.
·         Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik.
·         Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri imminens, gawat janin.
·         Kelainan presentasi (selain varteks dengan oksiput anterior)
Fase aktif memanjang
·      Inersia uteri
·      Disproporsi safelopelvik
·      Obstuksi kepala
·      Malpresentasi atau malposisi
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan.
Kala II lama
                      Saifuddin (2002)

3.      ETIOLOGI/PENYEBAB
Sebab-sebab terjadinya partus  lama ada banyak faktor, baik faktor lingkungan maupun dari faktor ibu dan janin.
Menurut Bakouei, dkk (2015) partus lama lebih sering terjadi di negara-negara berkembang karena berbagai faktor sebagai berikut; karena pola makan, kemiskinan, dan faktor sosial ekonomi yang buruk , Kekurangan  zat besi selama kehamilan dapat menyebabkan komplikasi ibu seperti hipertensi yang diinduksi kehamilan, preeclampsia perdarahan intrapartum, infeksi, persalinan yang berkepanjangan, infertilitas, retardasi pertumbuhan intrauterine, teratogenesis, umur kehamilan, invertilitas, interval persalinan, pengaruh obat-obatan, cara perawatan, perawatan masa hamil, penolong persalinan, tempat persalinan, kelainan medik, penyebab lainnya dari faktor ibu dan janin sebagai berikut’ ibu yang memiliki panggul yang sempit, kelainan tulang panggul, kelainan letak janin, janin besar.

4.      PENCEGAHAN/PENANGANAN
a)      Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baikakan mengurangi insidensi partus lama.
b)      Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks belum matang. Serviks yang panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inci), sudah mengalami pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki sedikitnya satu jari, dan lunak serta bisa dilebarkan.
c)      Persalinan palsu (fase labor) diatasi dengan istirahat dan sedasi.
(Hakimi, 2010).
Penanganan umum menurut (Prof. dr. Abdul Bari Saifuddin, 2002) :
1.         Nilai segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat hidrasinya).
2.         Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada adalam persalinan. ( nilai frekuensi dan lamanya his).
3.         Perbaikai keadaan umum dengan:
a.    Dukungan emosi, perubahan posisi (sesuai dengan penanganan persalinan normal).
b.     Periksa keton dalam urin dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral, dan upayakan buan air kecil.
4.         Berikan analgesia: tramadol atau petidin 25 mg I.M (maksimum 1 mg/kg/BB) atau morfin 10 mg I.M., jika pasien merasakan nyeri yang sangat.  (Saifuddin, 2002)
Fase Laten yang Memanjang
Pertama-tama factor-faktor mekanis harus disingkirkan. Terapi selanjutnya tergantung pada kondisi serviks.
1.      Serviks matang: mendatar, lunak dan pembukaan 2,5 hingga 3,0 cm.
a.    Amniotomi.
b.    Oxytocin.
2.      Serviks belum matang: terapinya suportif. Pasien diberikan makanan bergizi, ditenangkan pikirannya dan diberi obat-obat untuk tidur. Sesudah itu akan terjadi salah satu diantara tiga kemungkinan ini:
a.    Persalinan berhenti (menunjukkan false labor) dan pasien dipulangkan.
b.    Pasien akan mengalami persalinan yang efisien dan serviks berdilatasi.
c.    Tipe persalinan yang semula terjadi kembali. Dalam keadaan ini, stimulasi dengan oxytocin sering mendorong terjadinya proses persalinan yang baik. Begitu serviks menjadi matang, ketuban dapat dipecahkan.
Prognosis baik. (1) Sebagian besar pasien memasuki fase aktif persalinan yang menghasilkan kelahiran per vaginam. (2) Sebagian pasien lagi mengalami persalinan disfungsional atau kemacetan sekunder dilatasi.
Sectio caesarea hampir tidak pernah menjadi indikasi dalam tahap laten persalinan. Pengecualiannya hanyalah gawat janin yang akut, disproporsi cephalopelvik yang absolute dan letak lintang.
Primary Dysfungcional Labor
Factor-faktor mekanis harus disingkirkan. Pada sebagian kasus terdapat disproporsi fetopelvik sehingga diperlukan operasi sectio caesarea. Untuk lainnya dapat dilaksanakan tindakan medis selama janin dan ibu berada dalam kondisi baik. Jangan melakukan tindakan yang mengakibatkan komplikasi lebih lanjut pada situasi tersbut. Tindakan vaginal yang traumatik dan prematur merupakan kontraindikasi. Kemajuan yang lambat dibiarkan saja. Yang diberikan kepada pasien hanyalah dukungan, kata-kata yang menentramkan, istirahat, cairan dan elektronik.  (Hakimi, 2010)
Fase aktif memanjang
Kemajuan persalinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembuakaan serviks atara 3-4 cm. dalam hal ini, fase aktif persalinan, dari segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi, secara konsisensi berawal saat serviks mengalami pembukaan 3-4 cm. kemiipan yang agak luar biasa ini digunakan untuk menentukan fase aktif dan memberi petunjuk bagi penatalaksanaan. Dengan demikian, pembukaan serviks 3-4 cm / lebih, disertai adanya kontraksi uterus,apat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Demikian pula, kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinankan didiagnosis secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.
               Kembali ke friedman, rerata durasi persainan fase aktif pada mulipara adalah 4,9 jam. Defiasi standar 3,4 jamcukup lebar. Dengan demikian, fase aktif dilaporkan memliki maksimum statistic sebesar 11,7 jam dengan durasi yang cukup bervariasi. Memang, kecepatan pembukaan serviks berkisar antara 1,2 sampai 6,8 cm/jam. Dengan demikian, apabila kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan pada mulipara adalah 1,2 cm/jam, maka kecepatan normal minimum 1,5 cm/jam.
   Secara spesifik ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3,4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 sampai 10 cm dalam 3-4 jam. Pengamatan ini mungkin bermanfaat. (Prawirohardjo, 2014).
Partus lama dalam kala II
Begitu serviks mencapai dilatasi penuh, jangka waktu sampai terjadinya kelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multipara. Pengalaman menunjukkan bahwa setelah batas waktu ini, morbiditas maternal dan fetal akan naik. Sekiranya terjadi gawat janin atau ibu, tindakan segera merupakan indikasi.
Etiologi:
1.        Disproporsi fetopelvik.
a.     Panggu kecil.
b.     Anak besar.
2.        Malpresentasi dan malposisi.
3.        Persalinan tidak efektif.
a.     Primary inefficient uterine contraction.
b.     Kelelahan myometrium: intertia sekunder.
c.     Cincin konstriksi.
d.    Ketidakmampuan atau penolakan untuk mengejan.
e.     Anasthesi berlebihan.
4.        Dystocia jaringan lunak. . (Hakimi, 2010)

  



DAFTAR PUSTAKA
Bakouei, S., Fatemeh, B., Fatemeh, R., Azita, G. (2015). Zinc in pregnancy, associated with prolonged labor. Iren: Journal Department Midwifery, 1(3): 22-26

Ekanem E. I. Umoiyoho, A. Inyangotu, A. (2012). Study of electrolyte changesin patients with prolonget labour in ikot ekpene, a rural community niger delta region of Nigeria, Article ID 430265,6 .

Hakimi, M. (2010). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essenta Medica.

Prawirohardjo, S. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Saifuddin,  A. B. (2002). Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Thompson, E. W. L.(1963). Pronged labour: its management and prognosis. Journal Of Medical Science, 327-338.

Umba, T.N.F.B.T., Muamba, K. (2015). Using alert and action expected times of delivery in prevention of prolonged labor. Journal Obstretrics And Gynecology, 813-818.


Komentar

  1. Penulisan artikelnya sudah sangat bermanfaat, terima kasih atas sharingnya.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ujian Uas

Cinta kampusku Binhus